28 Desember 2010

Ketika cinta menyapa...


Berada di tengah-tengah orang yang saling mencintai tentunya merupakan sebuah nikmat. Dan kali ini, cinta-cinta itu bukan berupa cinta kepada sesama manusia, bukan berupa cinta kepada saudara seiman, melainkan cinta kepada pasangan jenis. Yups, kali ini saya ingin bicara mengenai cinta dalam lingkup sempit, cinta antara dua insan yang berbeda jenis (baca: laki-laki dan perempuan) namun diciptakan untuk saling berpasang-pasangan. Makanya saya menyebutnya pasangan jenis, bukan lawan jenis...^_^

Banyak rupa yang akan kita jumpai pada cerita tentang cinta antara laki-laki dan perempuan. Bagi masyarakat kita pada umumnya, cinta antara pasangan jenis biasa diejawantahkan dalam ikatan pernikahan dan pacaran. Pernikahan adalah bagi mereka yang dianggap sudah serius dan 'cukup umur', sedangkan pacaran bagi mereka yang merasa belum siap untuk mengikatkan diri secara serius. Merupakan hal yang lumrah dalam pandangan masyarakat, ketika dua anak manusia berjalan berdua, bergandengan tangan, dan bermesraan meskipun tanpa adanya ikatan pernikahan. Dan itulah yang membuat hati miris.. Bagaimana mungkin sebuah perkara yang jelas-jelas tidak halal dianggap wajar, bahkan dihalalkan? (aah, bisa panjang bahasannya).


Hari-hari penuh cinta

Belum lama ini, beberapa sahabat telah sukses untuk mencapai sebuah titik dimana perjuangan hidup yang sebenarnya dimulai. Bagi mereka, saya ucapkan Barokallahulakuma wabaroka'alaykuma wajama'abainakuma fii khoir... Inilah cara terbaik dan terindah untuk merayakan cinta. Selamat berjuang sahabatku.. semoga sakinah, mawadah, rahmah, dan barokah sukses kalian raih. Aamiin..

Masih dalam kurun waktu belakangan ini, beberapa sahabat ternyata juga tengah mendapatkan anugerah. Sebuah rasa luar biasa yang mampu mengubah segala hal jadi indah dalam pandangan. Sebuah rasa yang mampu memekarkan bunga-bunga di taman hati. Sebuah rasa yang mampu menghangatkan sudut-sudut hati yang lembab. Hingga ia mampu menggelorakan semangat diri untuk terus memperindah, mewangi, juga mendesak-desak diri untuk terus memberikan yang terbaik bagi ia yang tercintai. 'yang tercintai'?? Ya!! itulah kenyataanya. Bukan 'yang dicintai'. Sebab yang dialami sahabat saya adalah 'jatuh cinta', sebuah kerja yang tak disengaja. Beda halnya jika ia melakukan kerja 'bangun cinta', maka objeknya menjadi 'yang dicintai'.

Banyak hal lucu yang saya amati dari mereka. Ada yang jadi rajin mempercantik diri (mungkin untuk menarik perhatian 'yang tercintai'). Ada yang jadi rajin ikut kegiatan dimana ada 'yang tercintai' di sana. Ada yang jadi menyukai apa-apa yang disukai oleh 'yang tercintai'. Ada yang jadi hobi cerita sambil berbinar-binar setiap habis berjumpa dengan 'yang tercintai'. Ada pula yang jadi rajin menguntit 'yang tercintai', baik dengan penguntitan secara langsung maupun tak langsung (misal : nguntit akun fb ato twitter ato blog si-'yang tercintai'). Dalam kondisi seperti itu, saya cuma bisa geleng-geleng kepala sambil senyum-senyum sendiri. Tentu saja saya berkomentar yang isinya mengingatkan agar tak berlebihan dan 'membangunkan' mereka bahwa ada Mr. Right yang masih dalam genggaman-Nya, sambil memohonkan agar mereka tetap dalam naungan ridho-Nya.


Ketika cinta menyapa para 'penggiat kebaikan'

Ada lagi kondisi serupa tapi tak sama yang dialami oleh sahabat saya yang lain. Sebagai orang yang 'tahu' dan berkomitmen untuk terus menjalankan syariat Islam secara kaaffah, jatuh cinta pada orang yang tidak halal merupakan suatu hal yang tidak mengenakkan. Alih-alih membangkitkan semangat untuk terus bergerak, yang ada malah mengendurkan semangat, menurunkan produktivitas, bahkan bisa membuat diri terjerembab. jatuh... sakit... dan menghadirkan kedukaan mendalam.
Beruntung jika orang tersebut menyadari hadirnya anugerah itu, kemudian memilih untuk me-manage rasa itu  (baca: cinta dalam diam atau mencari jalan yg benar/ nikah) atau melakukan terminasi secara baik-baik. Namun ada pula yang terus-menerus menampik adanya anugerah itu. Hingga pada suatu titik, ada gelombang besar menyeruak dari dalam hatinya yang bisa memporak-porandakan semua, sebab ia terlalu lama memendam tanpa penyelesaian. Kata orang, overload..

Nah, terkait dengan hal ini saya ingin sedikit berbagi. Bagi sahabat yang tengah beroleh anugerah spesial ini... memang benar bahwa jatuh cinta pada orang yang tak halal adalah hal yang tidak dibenarkan. Berusaha membentengi hati dari hal tersebut juga merupakan perkara yang susah-susah-gampang. Namun, rasa itu hadirnya di dalam hati bukan? dan yang punya kuasa atas hati kita adalah Allah... bukan begitu?
Jadi, akankah kita menyalahkan Allah akan hadirnya rasa itu di satu sisi hati kita? atau akankah kita terus-menerus mempersalahkan diri atas 'kelalaian' kita menjaga hati?
Semoga jawaban Anda, "tentu tidak.." ^_^
Maka teruslah meminta pada Allah untuk menetapkan hati kita pada sisi yang kita harap akan menuai ridho-Nya. Berhentilah mempersalahkan diri atas hadirnya anugerah indah ini, dengan catatan segera putar haluan untuk lebih menyibukkan diri pada hal-hal positif yang dapat mengembalikan produktifitas. Jangan lupa hindari hal-hal yang menyebabkan 'kekambuhan'.

Ibarat seseorang yang baru didiagnosa menderita sebuah penyakit, mula-mula ia akan menampik kenyataan bahwa ia sakit (denial). Selanjutnya ia akan mulai menyadari bahwa ia memang sakit, tapi kemudian ia menyalahkan keadaan/orang lain/ diri sendiri atas kondisi yang dialaminya (anger). Setelah itu ia akan mengalami masa-masa dimana ia menerima kondisi, namun masih terus menyesal atas hal tersebut (bargaining). Jika penyesalan berlanjut, putus asa hadir, dan hal terburuk pun bisa terjadi (depression). Sebaliknya, ketika ia menyadari bahwa penyakit itu memang sudah 'jatah'-nya dan orang tersebut sadar bahwa berupaya untuk mengembalikan kesehatannya adalah lebih utama, ia akan menerima penyakit tersebut (acceptance), kemudian bergegas mencari pengobatan.

Demikianlah sahabatku, setiap manusia tentu akan mengalami yang namanya cinta. Dan ketika cinta itu datang pada saat yang tak diharapkan, kemudian ia menyuramkan hari-harimu, ingatlah bahwa 'kedukaan' itu punya fase (denial, anger, bargaining, depression, acceptance). Kenali di fase mana kau berada, lalu bergegaslah menuju fase dimana kau bisa mengobati 'dukamu' itu. Sadarilah bahwa kita adalah manusia, bukan  malaikat yang tak punya dosa. Jadi dalam menyikapi anugerah ini, gunakan cara yang manusiawi. S
emoga Allah senantiasa menetapkan hati-hati kita pada jalan yang menuntun kita pada keridhoan dan barokah-Nya. Aamiin..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar